Ini Sosok Ilmuwan Diaspora Indonesia Pencipta Robot Gundam Raksasa

 Berita dari Albertus Adit


Robot Gundam pasti tidaklah asing bagi masyarakat yang lahir di tahun 90-an. Anime Gundam tak hanya populer di Jepang tetapi juga hampir diseluruh dunia. Namun kini sosok Gundam tak cuma ada di layar TV atau berupa manekin. 

Kini ada robot Gundam raksasa berukuran 18 meter atau kira-kira sebesar gedung tingkat enam yang sedang dipamerkan di Jepang. Ternyata sosok dibalik robot raksasa ini ada ilmuwan kelahiran Indonesia.

Melalui Gundam Global Challenge, Prof. Pitoyo Peter Hartono sosok diaspora Indonesia ini bisa mewujudkan mimpi anak 90-an bertemu Gundam ukuran asli.

Pria kelahiran Surabaya yang sudah 35 tahun tinggal di Jepang itu, merupakan Kepala Project Gundam Global Challenge di Yokohama, Jepang.

Gundam Global Challenge adalah proyek untuk mengenang 40 tahun disiarkannya animasi ini yang kemudian dibuatlah robot seukuran aslinya.

"Mulanya Gundam adalah animasi, dengan membawanya menjadi robot yang riil, kita berinovasi dan berani bermimpi, dan kita ingin menularkan keberanian ini untuk generasi mendatang di Jepang dan di seluruh dunia," terang Pitoyo saat hadir dalam acara Diaspora Talk Homecoming bertema AI: Masa Lalu, Sekarang, dan Masa Depan, yang dilansir dari laman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Pitoyo menceritakan bahwa proyek ini dimulai sejak 2014. Robot ini, kata Pitoyo, memiliki berat 20 ton, dan mempunyai 34 sendi untuk bergerak. Sementara pada tubuh manusia ada 200 sendi.

Saat ini robot tersebut telah di pamerkan hingga tahun depan.

"Kita bekerjasama dengan sembilan perusahaan. Kita baru menyelesaikan ini 2020, yang seharusnya diselesaikan sebelum olympiade Tokyo 2019, tapi karena banyak sekali halangan dan tanggungjawab, kita molor setahun. Kita akan memamerkan robot ini sampai Maret tahun depan," ucapnya.

Dalam perjalannya, banyak sekali hambatan untuk merealisaskan robot ini. Pitoyo menyebutkan ada tantangan non-teknis di mana pihaknya kesulitan mencari perusahaan yang menjual motor.

"Untuk mencari perusahaan yang mau, saya butuh waktu 2 tahun dan meyakinkan mesin saya bisa berjalan," katanya.

Sedangkan, tantangan teknisnya, pihaknya harus bertarung melawan kekuatan gravitasi, karena robot gundam ini besar sehingga sangat sulit menggerakan gundam ini.

"Tentu saja, robot ini tidak bisa digerakan secepat yang ada di animasi, hal ini karena kita hidup di dunia fisika, di mana ada moment of inersia, yang menghukum kita," jelasnya.

Menggeluti Artificial Intelligence

Sebagai seorang ilmuwan, Pitoyo menggeluti bidang Artificial Intellegence dan Neuro Network.

Menurutnya, Ilmuawan AI asal Indonesia di Jepang termasuk tidak banyak. Akan tetapi banyak mahasiswa Indonesia yang belajar AI di Jepang kemudian kembali.

Dia sendiri lebih memilih tinggal dan bekerja di Jepang karena terbukanya kesempatan untuk menjadi pengajar di sana.

Saat ini, Pitoyo menjadi Full Professor School of Engineering di Chukyo University Nagoya Jepang dan Peneliti di Institute for Human Robot Co-Creation, Waseda University.

Menurutnya banyak alasan diaspora lebih memilih tinggal di luar negeri dan juga pulang ke tanah air.

Namun hal itu bukan untuk dipertentangkan. Karena banyak diaspora yang tinggal di luar negeri juga dapat berkontribusi bagi negara.

"Saya berada di Jepang, tapi saya juga membimbing mahasiswa S2 dan S3 di Surabaya, kita melakukan penelitian bersama. Tidak banyak yang bisa saya lakukan, tapi saya harap ada triple effect, dari situ mereka menjadi dosen dan melakukan hal yang sama pada mahasiswanya. Mungkin saya lebih bisa berkontribusi bagi Indonesia kalau saya tidak di Indonesia. Mungkin kalau saya kembali ke Indonesia saya tidak bisa melakukan apa-apa," ungkapnya.


Source: kompas.com



Comments

Popular posts from this blog

Kembangkan AI, Iris Energy Borong Ratusan GPU Nvidia Rp152 Miliar

Game Rilis September, Dari Mortal Kombat hingga Pokemon Scarlet Violet