Kecerdasan Buatan (AI) dan Manusia: Antara Utopia dan Distopia
Berita dari Yaser Fahrizal Damar Utama
Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dengan cepat mengubah banyak hal dalam peradaban manusia. Hanya saja, dampaknya bagi kehidupan manusia masih diperdebatkan oleh banyak kalangan.
Beberapa ahli optimistis dan percaya bahwa kecerdasan buatan (AI) memiliki potensi untuk menciptakan masa depan yang cemerlang, di mana mesin dapat menyelesaikan semua masalah umat manusia dan membebaskan kita untuk mengejar hasrat dan keinginan kita yang sebelumnya sulit dicapai.
Namun, ada hal lain yang dikhawatirkan dari adanya teknologi ini yaitu potensi AI untuk menciptakan distopia alias masa depan yang menakutkan, di mana mesin menjadi penguasa umat manusia dan memperbudak umat manusia.
Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah pandangan yang kolot dan konservatif karena menolak adanya teknologi. Tetapi percayalah bahwa kekhawatiran ini juga disampaikan oleh para ahli.
Seperti Fisikawan Stephen Hawking dan Filsuf Nick Bostrom yang berargumen bahwa AI bisa menjadi ancaman eksistensial bagi umat manusia, bahkan para pelaku teknologi sendiri seperti Elon Musk. Ia mengatakan bahwa AI dapat lebih berbahaya dari pada nuklir.
Artificial Intelligence dan Utopia: Peningkatan Kualitas Hidup Manusia
Dalam kacamata yang optimis, AI dapat membawa kita menuju masa depan yang cemerlang. Misalnya, dalam dunia kesehatan, AI kini telah digunakan untuk menganalisa data kesehatan pasien dan mendiagnosis penyakit dengan akurasi yang lebih tinggi dari pada metode tradisional yang dimiliki sebelumnya.
Hal ini membantu dokter untuk memberikan perawatan yang tepat dan meningkatkan harapan hidup para pasiennya. Selain itu, AI juga telah digunakan dalam pengembangan obat baru dan penelitian-penelitian ilmiah yang kompleks.
Contoh lainnya juga bisa kita lihat dalam sektor transportasi, AI kini memungkinkan pengembangan mobil otonom yang sejak dahulu dibayangkan sebagai teknologi masa depan yang jauh dan sulit terwujud. Teknologi ini dinilai dapat meningkatkan keamanan dan efisiensi berkendara.
AI juga akan masuk ke dalam berbagai sektor yang akan mengubah keseharian hidup manusia, proses ekonomi mulai dari produksi dan distribusi akan melibatkan AI di dalamnya untuk menciptakan proses yang lebih efisien, hemat biaya dan ramah lingkungan.
Artificial Intelligence dan Distopia: Manusia Kehilangan Kontrol
Ketakutan Utama dari kehadiran AI di kehidupan kita adalah masalah eksistensi dan nilai-nilai kemanusiaan yang mungkin akan pudar bahkan hilang seiring berkembangnya teknologi ini. Misalnya kekhawatiran tentang kecerdasan yang dimiliki AI mampu melampaui manusia dan bahkan dapat menguasai manusia di masa depan.
Ketika AI sudah memiliki kecerdasan yang melebihi manusia dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusannya sendiri, ada resiko bahwa AI akan menjadi entitas baru yang menguasai manusia. Kebebasan, privasi, dan hak-hak asasi manusia mungkin terancam oleh dominasi AI yang tidak terkendali bahkan oleh manusia sendiri sebagai penciptanya.
Contoh nyata dari kekhawatiran ini dapat kita lihat dalam penggunaan teknologi pengenalan wajah yang memiliki potensi mengancam privasi individu, belum lagi penggunaan algoritma AI yang tidak adil dalam pengambilan keputusan.
AI juga pada akhirnya dapat memanipulasi emosi manusia. Misalnya algoritma media sosial hari ini dengan filter bubble-nya, di mana AI mengeksploitasi kecenderungan manusia terhadap suatu informasi yang mengakibatkan manusia terkungkung dengan informasi-informasi yang mereka inginkan bukan yang mereka butuhkan.
Akibatnya, polarisasi besar-besaran terjadi dan manusia menjadi terkungkung dalam lingkaran-lingkaran egonya masing-masing sehingga kebenaran menjadi bersifat subjektif sepenuhnya.
Teknologi AI mungkin akan banyak membantu manusia di masa depan, tetapi manusia yang mana? Jika sebelum adanya AI saya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial sudah ada di masyarakat, maka kehadiran AI berpotensi memperbesar jarak keduanya.
Tidak semua orang dapat beradaptasi, tidak semua orang dapat berkolaborasi dengan entitas baru yang disebut AI ini. Misalnya para kapitalis-kapitalis raksasa. Mereja akan menerima manfaat yang besar dari kehadiran AI.
Kenapa? Karena mereka dapat melakukan ekspansi besar-besaran dalam bisnis mereka dengan ongkos yang jauh lebih murah, karena akan memangkas ongkos produksi dan distribusi akibat pengurangan tenaga kerja yang nantinya dapat tergantikan oleh AI.
Lalu bagaimana nasib para buruh dan kaum-kaum menengah ke bawah yang pekerjaannya akan sepenuhnya dapat digantikan oleh AI, dan bagaimana mereka dapat mengambil kesempatan untuk mengambil manfaat dari AI jika mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk memerolehnya?
Umat Manusia Mengawal Masa Depannya
Bagaimanapun, masa depan umat manusia yang hidup berdampingan sepenuhnya dengan AI, kini bukanlah mitos atau angan-angan belaka, cepat atau lambat masa depan itu akan menghampiri kita. Dan kita sebagai makhluk berkesadaran, sudah seharusnya memahami potensi dan risiko dari setiap perubahan yang ada.
Penting untuk kita garis bawahi bahwa AI tetaplah sebuah alat, bukan merupakan sebuah entitas baru. Maka perkembangan AI ini harus terus kita awasi dan kendalikan, agar tetap digunakan dengan nilai-nilai yang ada dan memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan kita.
Masa depan ada di tangan kita. Lalu apa pendapat Anda tentang teknologi AI? Perlukah kita menghentikan sejenak perkembangan teknologi ini untuk membenahi sumber daya manusia yang ada dan sekelumit masalahnya agar lebih siap menghadapi kehadiran AI dalam jumlah besar itu?
Atau justru Anda sudah tidak sabar untuk melihat masa depan yang gemilang dengan kehadiran AI yang hidup berdampingan dengan kita di masa depan?
Source: kumparan.com
Comments
Post a Comment